Minggu, 07 Januari 2018

A Brighter Summer Day



A Brighter Summer Day (牯岭街少年杀人事件, Youngster Homocide Incident at Guling Street) merupakan film drama yang berlatar di Taiwan pada awal tahun 1960-an. Film Taiwan berdurasi 237 menit ini disutradari oleh Edward Yang dan dirilis pada tahun 1991. Film yang merupakan bagian dari Taiwan New Wave ini sebenarnya loosely based on a true event dan menggunakan sekitar 100 aktor amatir. 

Semuanya dimulai ketika Zhang Zhen, atau Xiao Si'r (Chang Chen) tidak berhasil masuk sekolah siang dan terpaksa masuk sekolah malam. Apa yang ditakutkan ayah S'ir terjadi - S'ir jadi bergaul dengan anak-anak 'nakal'. Daerah di sekitar S'ir dikuasai oleh dua gang, yaitu Little Park Boys dan 217. Little Park Boys merupakan gang dari keluarga pegawai sipil sementara gang 217 merupakan gang dari keluarga militer. Meskipun Si'r bukan anggota gang manapun, ia lebih dekat dengan Little Park Boys. 

Ketika Honey, ketua Little Park Boys, bersembunyi dari polisi, ia meninggalkan kekasihnya, Ming (Lisa Yang). Absennya 'pemilik' Ming memicu lebih banyak konflik antara kedua gang tersebut dan menyeret Si'r ke dalamnya.



There are so many things to be discussed and unpacked in this masterpiece by Edward Yang. But first of all, I have to apologize as I know nothing at all about Taiwanese culture, language, and history (except for Dau Ming Si lol). Padahal ketiga film ini krusial sekali untuk memahami A Brighter Summer Day lebih dalam. ketidakfasihan gue membuat ada beberapa hal yang gue miss seperti orangtua Si'r berbicara Shanghainese agar percakapan mereka tidak dipahami oleh anak-anak mereka yang berbicara bahasa Mandarin. Ada juga aspek seperti bagaimana American pop culture mempengaruhi kehidupan anak-anak muda di Taiwan pada zaman itu dan seberapa kontrasnya dengan rumah mereka yang secara fisik peninggalan Jepang namun didiami oleh mereka yang masih punya ikatan ke Mainland China. 

Uncertainty and Instability

Film ini dibuka dengan kekecewaan dan ketidakyakinan atas masa depan sang tokoh utama. Pembuka filmnya hampir exclusively menunjukkan Si'r dan ayahnya saja, bahkan tidak menunjukkan wajah guru Si'r. Lukisan ini seakan-akan menunjukkan bahwa situasi ini hanya dirasakan oleh Si'r dan ayahnya. Selanjutnya kita mendengar daftar nama-nama siswa yang lulus masuk ke berbagai sekolah di Taiwan. Artinya keadaan ini sebenarnya tidak hanya dirasakan oleh Si'r dan ayahnya tapi juga oleh berbagai anak dan orangtua di Taiwan. Mungkin ini hanya aspek kecil tapi menurut gue Edward Yang dengan pintar menunjukkan bagaimana bahwa education is both personal and public problem. Kalau dipakai di konteks jaman sekarang, ketika kita membaca riset mengenai pendidikan, kita hanya melihat angka orang-orang, tapi kita tidak pernah tahu perasaan mereka dan apa yang mereka pikirkan. Adegan ini menunjukkan bahwa orang-orang yang bagian dari stastik itu adalah riil dan bukan sekedar angka saja. Sebaliknya untuk gue pribadi, adegan ini agak mengingatkan bagaimana gue merasa hanya gue yang stress untuk mendapat kursi di PTN, padahal bukan gue saja. Dan jikalau gue gagal, I would not be the only one. 

Ketidakyakinan dan ketidakstabilan yang dialami oleh S'ir dan keluarganya tidak hanya datang dari aspek pendidikan saja tapi juga dari fakta bahwa keluarga S'ir merupakan keluarga pendatang. Sang ayah yang terus memantau berita sepertinya menunggu adanya tanda yang memperbolehkan ia dan keluarganya untuk kembali ke Cina. 

Di awal film, penonton mendapatkan informasi bahwa munculnya gang anak muda (walaupun ada beberapa orang dewasa yang masih anggota gang) sangat dipengaruhi oleh kekalahan National Government terhadap kelompok komunis. Setelah gue browsing sedikit, di era 60an, Taiwan masih mengalami berbagai konflik dengan RRC, apalagi Cold War belum berakhir di era tersebut. 



Sociopoliticalish and pieces of gender problem (don't expect much tho)

Setelah melihat keadaan Taiwan di era awal 60an, menjadi wajar sekali bagaimana anak-anak tersebut 'dekat' dengan kekerasan. Kekerasan merupakan hal yang wajar, bisa dilihat bagaimana ada seorang laki-laki dewasa yang dengan gamblang mengekspresikan kepuasannya ketika ia membantai orang-orang komunis. Bahkan berita seorang guru yang dipukul dengan baseball bat sudah seperti gosip pasar, walaupun memang masih dipandang secara buruk dan sekolah masih berusaha untuk mencegah timbulnya kekerasan lebih lanjut. S'ir pun tidak menjadi traumatis ketika ia melihat seseorang yang sekarat karena diserang oleh pedang.

Beberapa keluarga di Taiwan tinggal di rumah bekas orang Jepang. Beberapa barang mereka ditinggal di loteng rumah tersebut. Barang-barang yang ditinggalkan termasuk senjata, dan ditemukan oleh beberapa teman Si'r. At one point, bahkan mereka tidak segan menggunakannya. Hal ini menunjukkan bahwa rumah pun tidak imun dari kekerasan dan alat senjata. Their parents either don't know or don't care. 

Selain kental dengan casual and not-so-casual violence, film ini juga menghadirkan casual sexism. Salah satu contohnya adalah bagaimana Ming tidak diperlakukan sebagai mahluk mempunyai agency atau otoritas atas dirinya, tapi sebagai barang yang bisa dimiliki. Hal ini terlihat bagaimana adanya sekolompok laki-laki yang memperingatkan S'ir bahwa Ming adalah "our girl" dan bagaimana Little Park Boys bersikap lebih ofensif kepada Si'r ketika mereka memergoki Si'r dan Ming berduaan, seakan-akan mereka tidak bisa berpikir bahwa Ming juga memilih untuk bersama Si'r, atau mempunyai hak untuk memilih dan berpikir. Selain Ming, ibu Si'r juga mendapatkan kata-kata dari suaminya yang menyiratkan pengetahuannya tidak sebanyak suaminya karena ia perempuan, terutama dalam masalah pertemanan antar pria. Meskipun ini tidak menjustifikasi seksisme kasual yang dialami oleh Ming dan tokoh perempuan lainnya di film ini, penonton bisa mengerti bagaimana dan mengapa hal itu bisa terjadi. 

Also, I doubt the accesible porn helps men to really understand women. I could be reaching too high, but I think the few mention of porn here and there build a subtle bridge for the final act. Many men love porn, especially the one's that full of sexy girls. Ironically, they usually hate girls who date and have sex too much (according to their personal measure lol). Hal ini pun terjadi di film ini. 

Jadi jelas bahwa anak-anak tersebut mempunyai certain ideals or fantasies about violence, glory, relationship, women, etc. Sayangnya baik orangtua maupun sekolah gagal memberikan koreksi atau perbaikan atas ide dan fantasi tersebut. They lack a mature guidance outside school and house. Ini tidak hanya disebabkan oleh orangtua mereka yang sibuk bekerja dan perang yang terjadi, tapi juga indifference and prejudice terhadap hal-hal yang lebih modern dan atau bersifat asing. Bagian ini diperlihatkan lewat ayah Si'r yang mempertahankan suatu radio tua dan nilai-nilainya yang kaku, dan bagaimana guru Si'r menjelaskan bagaimana huruf Cina lebih superior daripada alfabet Latin.

Misc

I just love the techniques Edward Yang used for this film. The lack of camera movement (which seems influenced by Yasujiro Ozu) fascinates me in inexplicable way.  Dan jika benar Yang dipengaruhi oleh Ozu, menurut gue lucu dan pintar. Lucu karena dari sisi musik, film ini justru lebih kaya akan lagu-lagu populer Barat (selain lagu-lagu tersebut, film ini tidak menggunakan musik, which fits perfectly with the realism of this film). Pintar karena kalau gue lihat sekilas filmografi Ozu yang lumayan banyak ambil adegan di dalam rumah sementara rumah-rumah di film ini merupakan rumah bekas Jepang. Selain itu ada beberapa adegan yang menggunakan gaya frame within frame yang membuat gue merasa tidak hanya menonton film tapi juga melihat kejadian historis dan mengintip kehidupan pribadi tokoh-tokohnya. Also the actors were so great, it would be hard to guess who's amateur and who's not.

Conclusion

I would like this film better if it was shorter. However, I myself think all of the scenes are important to build Si'r's world. Harus gue akuin ada beberapa saat dimana gue merasa agak bosan, tapi itu tidak sampai membuat gue ingin mengskip atau mempercepat adegan tersebut. A Brighter Summer Day tidak hanya film yang cantik dengan teknik yang menarik atau brilliant, but it can suck you to its world. 9/10 (Amazing)




Untuk review yang lebih berbobot dalam bahasa Inggris: https://www.criterion.com/current/posts/3981-a-brighter-summer-day-coming-of-age-in-taipei

12 komentar:

  1. Nice review. Saya juga habis nonton dan banyak sekali yang bisa dibahas dari film ini, terutama kalau sudah paham sejarah Taiwan sendiri.

    BalasHapus
  2. Just watched the film last night. Setuju sekali. Ada bbrp bagian yg bikin bosan dan endingnya, :"(
    Didn't expect it would end that way. Tapi kan dari kisah nyata ya.
    Terima kasih buat reviewnya!

    BalasHapus
  3. such a good review :D

    BalasHapus
  4. penulis ama yg komen orang jaksel semua ya? klo mo pake bhsa inggris ya pake inggris, klo mo pake bhsa indonesia ya indonesia, di campur aduk kek gado2 ae.. keren kagak, norak iya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. judulnya aja dah pake bahasa inggris, lu ngapain masih baca awokwokwok 🤡

      Hapus
  5. review belibet, bhsa campur aduk, sok iye

    BalasHapus
    Balasan
    1. ampun, takut nih sama anonim yang pake nama aja gak berani :( gimana nih, nervous gue jadinya ama orang pengecut yang berlindung dengan nama anaonim :(

      Hapus